Model-Model Pembelajaran Konstruktivis
Adapun beberapa
contoh model pembelajaran yang berlandaskan paradigma konstruktivis,[1]
yaitu:
1. Model Pembelajaran Reasoning and Problem Solving
Problem solving sendiri memiliki arti sebagai upaya individu atau kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya. Jadi aktivitas problem solving diawali dengan konfrontasi dan berakhir apabila sebuah jawaban telah diperoleh sesuai dengan kondisi masalah yang hendak diselesaikan. Kemampuan pemecahan masalah dapat diwujudkan melalui kemampuan reasoning.
2.
Model
Pembelajaran Problem-based Instruction
Problem-based
Instruction adalah model
pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi
keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah autentik.
Tahapan
dalam pembelajaran berbasis Problem-based
Instruction adalah siswa diberikan suatu permasalahan, kemudian siswa
membuat pertanyaan yang akan menjadi fokus pembelajaran mereka. Tahapan
selanjutnya siswa mencari berbagai solusi untuk menyusun hipotesis, kemudian
siswa menguji hipotesis yang telah dibuat dan terakhir membuat kesimpulan.[2]
Hal
mendasar dalam penerapan model pembelajaran ini adalah siswa atau peserta didik
dihadapkan pada permasalah yang harus dapat diselesaikan secara konkret agar
dapat belajar bagaimana cara menyelesaikan masalah.
3.
Model
Pembelajaran Perubahan Konseptual
Pengetahuan
yang telah dimiliki oleh siswa sesungguhnya berasal dari pengetahuan yang
secara spontan diperoleh dari interaksinya dengan lingkungan sekitar. Sementara
pengetahuan baru didapatkan dari intervensi di sekolah yang keduanya bisa
konflik, kongruen, atau masing-masing berdiri sendiri. Dalam kondisi konflik
kognitif seorang siswa dihadapkan pada tiga pilihan, yaitu: (1) mempertahankan
intuisinya semula, (2) merevisi sebagian intuisinya melalui proses asimilasi,
(3) mengubah pandangannya yang bersifat
intuisi tersebut dan mengakomodasikan pengetahuan baru.
Perubahan
konseptual terjadi ketika siswa memutuskan pada pilihan yang ketiga. Agar
terjadi perubahan konseptual, belajar harus melibatkan pembangkitan dan
reskrukturisasi konsepsi-konsepsi yang dibawa oleh siswa sebelum pembelajaran
berlangsung. Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar tidak hanya transmisi
pengetahuan tetapi memfasilitasi dan memediasi agar terjadi proses negosiasi
makna menuju pada proses perubahan konseptual.
4. Model Pembelajaran Grup Investigation
Pada tahun 1916, Jhon Dewey, menulis dalam buku Democracy and Education. Dalam buku tersebut termuat gagasan Dewey tentang konsep pendidikan, bahwa kelas seharusnya merupakan cerminan masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Gagasan Dewey tersebut kemudian diwujudkan dalam model grup-investigation yang pada kelanjutannya dikembangkan oleh Thellen. Thellen inilah yang menyatakan bahwa kelas hendaknya merupakan miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji-masalah-masalah sosial antar pribadi. Sehingga dapat dikatakan dalam belajar seseorang harus memiliki pasangan atau teman agar dapat saling bertukar informasi dan mengetahui wawasan lebih luas.
Dengan pembelajran grup investigation dapt meningkatkan interaksi sosial. Munculnya interaksi sosial erat kaitannya dengan sikap ilmiah. Siswa yang memilki sikap ingin tahu, terbuka, tekun, jujur dan teliti akan membuka dirinya untuk berinteraksi sosial.[3]
5. Model Pembelajaran Inkuiri
Inkuiri berasal dari bahasa inggris inquiry yang berarti proses bertanya dan mencari jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Dengan kata lain, inkuiri adalah proses untuk memperoleh informasi dengan melakukan observasi dan ataupun eksperimen untuk mencari jawaban untuk mencari jawaban atas rumusan masalah dengan kemampuan berfikir kritis dan logis.
Menurut Cleverly, terdapat beberapa langkah dalam proses pembelajaran model inkuiri ini[4], yaitu (1) Exploration tutorial, pada tahap ini siswa melakukan eksplorasi untuk menemukan sesuatu yang baru berdasarkan pemahaman awal yang telah mereka miliki; (2) Self directed learning, yakni tahapan dimana siswa belajar secara mandiri berdasarkan dari perkembangan pemahaman selama tahap eksplorasi; (3) Review tutorial, pada tahap ini siswa mempresentasikan hasil temuannya yang didapat pada langkah sebelumnya; (4) Consolidation tutorial, pada tahapan ini siswa melakukan konsolidasi bersama dengan anggota kelompoknya terhadap apa yang telah ditemukan; (5) Plenary tutorial, yaitu siswa merefleksikan pembelajaran individu dengan kelompok. Pada tahapan ini seorang guru yang bertindak sebagai fasilitator memberikan penguatan.
[1] Rusman, Pembelajaran
Tematik Terpadu: Teori, Praktik dan Penilaian (Jakarta: Rajawali Pres,
2015), 52.
[2] Sigit
Mangun Wardoyo, Pembelajaran Konstruktivisme..., 77.
[3] Istikomah dkk, “Penggunaan Model Pembelajaran Group Investigation untuk
Menumbuhkan Sikap Ilmiah Siswa, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6
(Januari 2010), 40.
[4] Dankey Cleverly, Impementing Inquiry-Based Learning in Nursing (New
York: Routledge, 2003), 12-15. Dalam Sigit Mangun Wardoyo, Pembelajaran
Konstruktivisme., 69.